Mungkin kalimat atau ungkapan diatas terlalu
ekstrim bagi sebagian orang, tapi bagi orang-orang yang terbiasa akan dosa,
maka kalimat diatas terkesan biasa saja. Karena jika kita boleh jujur, setiap
saat kita tidak luput dari dosa, baik yang kecil maupun yang besar. Tapi
terkadang ada yang mengimbanginya dengan kebaikan, setidaknya impas lah.
Dijaman sekarang ini banyak manusia yang
shalatnya rajin dan juga sering melakukan kebaikan, tapi anehnya dia juga
melakukan kejahatan atau maksiat. Aneh memang, tapi itu masih mendingan
daripada rajin melakukan maksiat, tapi malah jarang melakukan kebaikan atau beribadah.
Kita tahu bahwa shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sayangnya, ada yang rajin shalat, namun di luar itu ia masih berjudi. Kami pun mendapatkan cerita seperti itu. Apakah shalatnya yang bermasalah? Coba kita kaji bersama dengan melihat perkataan ulama-ulama salaf di masa silam.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ
الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).Ibnu Mas’ud pernah ditanya mengenai seseorang yang biasa memperlama shalatnya. Maka kata beliau,
إِنَّ
الصَّلاَةَ لاَ تَنْفَعُ إِلاَّ مَنْ أَطَاعَهَا
“Shalat tidaklah bermanfaat kecuali jika shalat tersebut membuat
seseorang menjadi taat.” (HR. Ahmad dalam Az Zuhd, hal. 159 dengan sanad
shahih dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 13: 298 dengan sanad hasan dari
jalur Syaqiq dari Ibnu Mas’ud).Al Hasan berkata:
مَنْ
صَلَّى صَلاَةً لَمْ تَنْهَهُ عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمنْكَرِ، لَمْ يَزْدَدْ بِهَا
مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat, lantas shalat tersebut tidak
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia hanya akan semakin menjauh
dari Allah.” (Dikeluarkan oleh Ath Thobari dengan sanad yang shahih dari
jalur Sa’id bin Abi ‘Urubah dari Qotadah dari Al Hasan)Abul ‘Aliyah pernah berkata:
إِنَّ
الصَّلاَةَ فِيْهَا ثَلاَثُ خِصَالٍ فَكُلُّ صَلاَةٍ لاَ يَكُوْنُ فِيْهَا شَيْءٌ
مِنْ هَذِهِ الخَلاَل فَلَيْسَتْ بِصَلاَةٍ: الإِخْلاَصُ، وَالْخَشْيَةُ، وَذِكْرُ
اللهِ. فَالإِخْلاَصُ يَأْمُرُهُ بِاْلمعْرُوْفِ، وَالخَشْيَةُ تَنْهَاهُ عَنِ
المنْكَرِ، وَذِكْرُ القُرْآنِ يَأْمُرُهُ وَيَنْهَاهُ.
“Dalam shalat ada tiga hal di mana jika tiga hal ini tidak ada maka tidak disebut shalat. Tiga hal tersebut adalah ikhlas, rasa takut dan dzikir pada Allah. Ikhlas itulah yang memerintahkan pada yang ma’ruf (kebaikan). Rasa takut itulah yang mencegah dari kemungkaran. Sedangkan dzikir melalui Al Qur’an yang memerintah dan melarang sesuatu.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 65).
Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali hafizhohullah berkata, “Siapa yang merutinkan shalat dan mengerjakannya di waktunya, maka ia akan selamat dari kesesatan.” (Bahjatun Nazhirin, 2: 232).
Jika ada yang sampai berbuat kemungkaran, maka shalat pun bisa mencegahnya dari perbuatan tersebut.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengatakan:
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِّي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ فُلاَنًا
يُصَلِّيْ بِاللَّيْلِ فَإِذَا أَصْبَحَ سَرِقَ؟ فَقَالَ: “إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ
مَا يَقُوْلُ
“Ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ia berkata, “Ada seseorang yang biasa shalat di malam hari namun di
pagi hari ia mencuri. Bagaimana seperti itu?” Beliau lantas berkata, “Shalat
tersebut akan mencegah apa yang ia lakukan.” (HR. Ahmad 2: 447, sanadnya
shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).
Nah berarti shalat yang baik adalah shalat yang bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Inilah shalat yang mesti dibentuk. Jadi kalau ia rajin shalat, malah masih terus melakukan dosa besar, maka shalatnya lah yang mesti diperbaiki. Wallahu a’lam.
Tapi bagaimana jika sering melakukan dosa, tapi
jarang melakukan kebaikan? aku pernah bertanya pada seseorang, kenapa dia
selalu melakukan dosa dan tak pernah beribadah? orang itu menjawab dengan
entengnya, "kalau dosaku terlalu banyak, nanti Malaikat melemparnya ke
neraka akan terlewat, malah sampai disurga"
Ah, mana mungkin Malaikat akan salah lempar, tapi
itukan jawaban bercanda dan sebagai penghibur bagi diri mereka sendiri. Tapi
yang jelas, Malaikat tidak akan pernah lalai dalam menjalankan tugasnya. Jadi
jangan berharap hal-hal semacam itu akan terjadi.
Berikud adalah Sifat-sifat malaikat yang diyakini oleh umat Islam:
- Selalu bertasbih siang dan malam tidak pernah berhenti.
- Suci dari sifat-sifat manusia dan jin, seperti hawa nafsu, lapar, sakit, makan, tidur, bercanda, berdebat, dan lainnya.
- Selalu takut dan taat kepada Allah.
- Tidak pernah maksiat dan selalu mengamalkan apa saja yang diperintahkan-Nya.
- Mempunyai sifat malu.
- Bisa terganggu dengan bau tidak sedap, anjing dan patung.
- Tidak makan dan minum.
- Mampu mengubah wujudnya.
- Memiliki kekuatan dan kecepatan cahaya.
Tapi kan meskipun aku masuk Neraka nanti, Nabi
Muhammad bisa memberi syafaat. (untuk syafaat Nabi Muhammad akan saya ulas di
pembahasan selanjutnya). Arti dari kalimat pertama diatas adalah, jika kita
tidak bisa masuk surga secara langsung, karena dosa terlalu banyak ataupun
kebaikan yang terlalu sedikit, maka jangan lama-lama dineraka atau jangan
terlalu banyak melakukan dosa yang menyebabkan lamanya menjadi penghuni neraka.
Sebagai perbandingan: Satu hari di akhirat sama dengan 1000 tahun di dunia.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَدْخُلُ
فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ
خَمْسِمِائَةِ عَامٍ
“Orang beriman yang miskin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya yaitu lebih dulu setengah hari yang sama dengan 500 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4122 dan Tirmidzi no. 2353. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Diterangkan dalam Tuhfatul Ahwadzi sebagai berikut.
Satu hari di akhirat sama dengan seribu hari di dunia. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan,
وَإِنَّ
يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
“Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut
perhitunganmu.” (QS. Al Hajj: 47). Oleh karenanya, setengah hari di
akhirat sama dengan 500 tahun di dunia.Adapun firman Allah Ta’ala:
فِي
يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun” (QS. Al Ma’arij: 4). Ayat ini menunjukkan pengkhususan dari maksud umum yang sebelumnya disebutkan atau dipahami bahwa waktu tersebut begitu lama bagi orang-orang kafir. Itulah kesulitan yang dihadapi orang-orang kafir,
فَإِذَا
نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9) عَلَى
الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ (10)
“Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.” (QS. Al Mudatsir: 8-10).
Tapi jika kita bisa masuk Surga secara langsung,
kenapa kita harus mampir dulu dineraka?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar