Minggu, 20 November 2016

RENUNGAN BUAT SUAMI DAN RENUNGAN BUAT ISTRI

RENUNGAN BUAT SUAMI




Wahai sang suami ....

Apakah membebanimu wahai hamba Allah, untuk tersenyum di hadapan istrimu dikala anda bertemu istri tercinta, agar anda meraih pahala dari Allah?!!
 
Apakah membebanimu untuk berwajah yang berseri-seri tatkala anda melihat anak dan istrimu?!!
 
Apakah menyulitkanmu wahai hamba Allah, untuk merangkul istrimu, mengecup pipinya serta bercumbu disaat anda menghampiri dirinya?!!
 
Apakah memberatkanmu untuk mengangkat sesuap nasi dan meletakkannya di mulut sang istri, agar anda mendapat pahala?!!
 
Apakah termasuk susah, kalau anda masuk rumah sambil mengucapkan salam dengan lengkap: Assalamu`alaikum Warahmatullah Wabarakatuh agar anda meraih 30 kebaikan?!!
 
Apa yang membebanimu, jika anda menuturkan untaian kata-kata yang baik yang disenangi kekasihmu, walaupun agak terpaksa, dan mengandung bohong yang dibolehkan?!!
 
Tanyalah keadaan istrimu di saat anda masuk rumah!!
 
Apakah memberatkanmu, jika anda menuturkan kepada istrimu di saat masuk rumah: Duhai kekasihku, semenjak Kanda keluar dari sisimu, dari pagi sampai sekarang, serasa bagaikan setahun.
 
Sesungguhnya, jika anda betul-betul mengharapkan pahala dari Allah walau anda letih dan lelah, anda mendekati sang istri tercinta dan menjimaknya, maka anda mendapatkan pahala dari Allah, karena Rasulullah bersabda: Dan di air mani seseorang kalian ada sedekah.
 
Apakah melelahkanmu wahai hamba Allah, jika anda berdoa dan berkata: Ya Allah perbaikilah istriku dan berkatilah daku pada dirinya.

Ucapan baik adalah sedekah.
Wajah yang berseri dan senyum yang manis di hadapan istri adalah sedekah.
Mengucapkan salam mengandung beberapa kebaikan.
Berjabat tangan menggugurkan dosa-dosa.
Berhubungan badan mendapatkan pahala. 


RENUANGAN BUAT ISTRI
 


Wahai sang Istri ....
 
Apakah akan membahayakan dirimu, kalau anda menemui suamimu dengan wajah yang berseri, dihiasi senyum yang manis di saat dia masuk rumah?
 
Apakah memberatkanmu, apabila anda menghapus debu dari wajahnya, kepala, dan baju serta mengecup pipinya?!!
 
Apakah anda akan merasa sulit, jika anda menunggu sejenak di saat dia memasuki rumah, dan tetap berdiri sampai dia duduk?
 
Mungkin tidak akan menyulitkanmu, jika anda berkata kepada suami: Alhamdulillah atas keselamatan Kanda, kami sangat rindu kedatanganmu, selamat datang kekasihku.
 
Berdandanlah untuk suamimu, harapkanlah pahala dari Allah di waktu anda berdandan itu, karena Allah itu Indah dan mencintai keindahan, pakailah parfum, dan bermake up-lah, serta pakailah busana yang paling indah untuk menyambut suamimu.
 
Jauhi dan jauhilah bermuka asam dan cemberut.
 
Janganlah anda mendengar dan menghiraukan perusak dan pengacau yang akan merusak dan mengacaukan keharmonisanmu dengan suami.
 
Janganlah selalu tampak sedih dan gelisah, akan tetapi berlindunglah kepada Allah dari rasa gelisah, sedih, malas dan lemah.
 
Janganlah berbicara terhadap laki-laki lain dengan lemah-lambut, sehingga menyebabkan orang yang di hatinya ada penyakit mendekatimu dan mengira hal-hal yang jelek terhadap dirimu.
 
Selalulah berada dalam keadaan lapang dada, hati tentram, dan ingat kepada Allah setiap saat.
 
Ringankanlah suamimu dari setiap keletihan, kepedihan dan musibah serta kesedihan yang menimpanya.
 
Suruhlah suamimu untuk berbakti kepada ibu bapaknya.
 
Didiklah anak-anakmu dengan baik. Isilah rumah dengan tasbih, tahlil, tahmid, dan takbir, perbanyaklah membaca Al-Quran terutama surat Al-Baqarah, karena surat itu dapat mengusir syeitan.
 
Hilangkanlah dari rumahmu foto-foto, alat-alat musik dan alat-alat yang bisa merusak agama.
 
Bangunkanlah suamimu untuk melaksanakan shalat malam, doronglah dia untuk melakukan puasa sunah, ingatkan dia akan keutamaan bersedekah, dan jangan anda menghalanginya untuk menjalin hubungan silaturrahim dengan karib kerabatnya.
 
Perbanyaklah beristighfar untuk dirimu, suamimu, serta kedua orang tua dan seluruh kaum muslimin. 

Berdoalah kepada Allah, agar dianugerahkan keturunan yang baik, niat yang baik serta kebaikan dunia dan akhirat. Ketahuilah sesungguhnya Rabbmu Maha Mendengar doa dan mencintai orang yang nyinyir dalam meminta. Allah berfirman: Dan Rabbmu berkata: serulah Aku niscaya Aku penuhi doamu (Al-Ghafir: 60).

Rabu, 16 November 2016

BAPAK RUMAH TANGGA



Bapak rumah tangga adalah ayah yang tidak bekerja melainkan merawat dan membesarkan anak. Di Indonesia, tokoh terkenal yang menjadi ayah rumah tangga Dhohir Farisi istri Yenny Wahid anak dari Gus Dur

Di indonesia, pekerjaan bapak rumah tangga masih jarang di temukan di kota besar maupun perkampungan. Ini sebabkan oleh budaya dan norma masyarakat yang berlaku di Indonesia. Banyak alasan di temukanya bapak rumah tangga pekerjaan menjadi salah satu alasan. Kehidupan sebagai bapak rumah tangga nyaris tidak ada bedanya dengan ibu rumah tangga.

Sebutan ayah rumah tangga atau bapak rumah tangga memang belum lazim di Indonesia, juga di negara-negara Asia, yang masih kental kultur patriarkatnya. Tak heran, bila ada pria yang mau melakoni peran ini, pasti dianggap nyeleneh, karena  keluar dari tatanan tradisi yang umum.

Selama ini, tinggal di rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seperti mengurus anak, memasak, mencuci pakaian, dan berbelanja identik sebagai tugas seorang ibu. Sedangkan ayah, bertanggung jawab untuk mencari nafkah ke luar rumah. Tradisi yang kuat melekat dalam masyarakat kita ini kian dipertegas dalam ketentuan di buku nikah yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI. Tertulis jelas di sana, salah satu kewajiban istri adalah mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Memang, tertulis juga bahwa salah satu kewajiban suami adalah membantu tugas istri dalam mengatur urusan rumah tangga. Namun, pada praktiknya urusan rumah tangga lebih banyak diemban oleh istri.

Secara umum, sejauh ini pembagian tugas rumah tangga secara fair antara suami-istri memang belum menjadi isu utama di keluarga-keluarga masyarakat kita. Tak mengherankan, ketika harus dihadapkan dengan problem klasik, seperti tidak ada support system dalam keluarga yang suami-istri bekerja, tidak ada keluarga yang bisa dititipi anak, dan tidak ada ART yang bisa diandalkan, maka istri yang lebih banyak mengundurkan diri. Meski, katakanlah, karier si istri sebetulnya lebih cemerlang.

Survei   dilakukan femina dan McKinsey pada April 2012 terhadap 500 wanita dari seluruh Indonesia usia 30-50 tahun dengan posisi junior manager sampai CEO. Hasilnya,  makin tinggi posisi struktural, persentase wanita karier makin mengecil. Dari 49 persen masuk dalam entry level, ketika masuk ke middle management yang bertahan hanya 20 persen, dan  makin ke atas, pada level CEO hanya ada 5 persen saja. Mengapa mereka berguguran? Hasil riset mengungkap bahwa 72 wanita memilih meninggalkan karier dengan alasan keluarga.

Yang meminta para wanita ini keluar tidak hanya suami, tetapi juga keluarga besar dari kedua belah pihak. Dan, yang tak kalah powerful adalah ‘tuntutan’ dari masyarakat secara umum. Contoh sederhana, bila suami-istri bertahan tetap berkarier di luar rumah, dan ternyata terjadi sesuatu pada anak-anak, maka pertanyaan yang terlontar adalah:

“Ke mana, sih, ibunya?” Lalu, perasaan bersalah pun muncul karena merasa tidak menjadi ibu yang baik. Selanjutnya, dengan penuh kesadaran, para wanita ini akan mengundurkan diri dari dunia kerja dan mengambil peran domestik dengan sepenuh hati.

Ratih Ibrahim, psikolog yang banyak menangani persoalan rumah tangga, melihat, belakangan ada sebuah fenomena baru di masyarakat urban.

Yaitu, keberanian pasangan-pasangan muda kelas menengah perkotaan yang berani mendobrak tradisi ini. Bapak rumah tangga pun menjadi ‘profesi’ yang tak kalah membanggakan.

Menurut Ratih Ibrahim, psikolog, konsep parenting modern yang diadaptasi dari Barat yang mulai dijalankan pasangan-pasangan kelas menangah urban ikut serta membentuk fenomena ini. Ketika mereka harus menghadapi kenyataan sulit mendapatkan bantuan dari keluarga besar untuk menjaga anak-anak dan kesulitan mendapatkan pangasuh anak yang bisa dipercaya. “Bisa dibilang, kesetaraan gender pada pasangan muda ini  mulai diwujudkan melalui kerelaan pria dalam berbagi peran domestik,” tutur Ratih.

Menariknya, hal itu merupakan pilihan mereka, bukan karena keadaan yang tak bisa dihindari sehingga merasa terpaksa. Para ibu  bisa bebas berkarier di luar rumah, tanpa harus dibebani rasa bersalah dan sederet urusan domestik, karena suami siap untuk mengambil alih peran itu.

 “Pasangan muda sekarang tidak gampang menyerah bila menghadapi masalah. Sulit mencari asisten rumah tangga ataupun babysitter yang dipercaya? Mereka cari solusi. Antara lain, melakukan semacam restrukturisasi, agar segalanya lebih efisien,” kata Ratih. Mereka pun berbagi peran dengan fair. Bila si istri lebih cocok bekerja penuh waktu dan memiliki prospek karier cemerlang, mengapa tidak maju terus?

Kehidupan telah banyak berubah, kebiasaan telah berganti dan tatanan mulai bergeser, kalau dulu pemimpin rumah tangga: istri dan anak-anak adalah suami atau bapak, termasuk apa yang menjadi tuntutannya berupa tanggung jawab memberi nafkah, ini berarti bahwa suami atau bapak yang bekerja, di saat yang sama istri atau ibu sebagai penyeimbang dan pengisi kekosongan lahan yang ditinggalkan oleh suami atau bapak, mengurusi rumah dan anak-anak, maka dia disebut dengan ibu rumah tangga.

Tetapi itu dulu, saat kehidupan zaman ini mulai bergeser akibat dominasi adat dan pengaruh bangsa lain, saat peluang mendapatkan pekerjaan di luar rumah mulai dibuka untuk kaum hawa, sehingga tidak sedikit dari mereka yang tersedot magnet mendapatkan gaji sendiri sehingga tidak meminta dan bergantung kepada suami, resikonya pos aslinya yaitu dalam negeri rumah tangga kosong karena ditinggal oleh sang penunggunya.

Dunia kerja semakin membuka peluang lebar-lebar bagi kaum wanita, kesempatan berkarir bagi mereka semakin memungkinkan, di pos-pos penting duduk kaum perempuan dengan kewenangan dan tanggung jawab yang tidak dimiliki oleh kaum laki-laki, hal ini menyeret kepada kesetaraan antara suami dan istri dalam hal penghasilan, dan selanjutnya istri pun bisa karena dorongan sendiri atau dari suami, ikut memikul tanggung jawab finansial keluarga, ini artinya suami telah memberikan sepenggal dari kue kepemimpinannya dalam rumah tangga kepada istri atau istri yang mengambilnya dari tangan suami, lumrah memang, karena pemikul tanggung jawab memiliki wewenang sebesar tanggung jawab tersebut.

Perkaranya tidak berhenti sampai di sini, dunia kerja terus berkembang dan membuka kesempatan bagi kaum hawa lebih lebar, akibatnya tidak tertutup kemungkinan sekalipun sama-sama berkerja, kedudukan, karier dan tentu saja penghasilan istri lebih besar dari suami, bila hal ini tidak berdampak terhadap hubungan dan kedudukan masing-masing dalam rumah tangga, maka mudah-mudahan tidak memicu konflik sehingga rumah tangga aman-aman saja, namun yang sering terjadi adalah saat uang istri lebih banyak, maka dia pun mulai mendominasi, biasa uang memang berkuasa, maka suami tergeser dari kursi qiwamah, atau dia tahu diri sehingga mundur dan menyerahkan kebanyakan darinya kepada istri, kalaupun suami tetap menjadi pimpinan, maka biasanya hanya sekedar formalitas saja.

Lebih parah lagi manakala yang berpenghasilan adalah istri, sedangkan suami nganggur alias tidak bekerja, dan betapa banyak rumah tangga seperti ini di zaman ini, akibatnya kepemimpinan mutlak dipegang oleh istri sebagai penafkah keluarga berikut segala hal yang menjadi buntutnya, akhirnya suami hanya berposisi sebagai seksi sibuk di belakang, mengurusi rumah tangga dan hal-hal yang berkaitan dengannya, maka lahirlah sebuah nama untuknya sebagaimana dalam judul tulisan ini. Sebuah keadaan rumah tangga yang tidak diharapkan karena ia jauh dari titik ideal, namun bagaimana bila kedua belah pihak merasa nyaman dengan peran terbalik seperti itu? Wallahu a’lam.

Jumat, 11 November 2016

Jangan Lama-Lama di Neraka



"Jika tidak bisa masuk surga secara langsung, setidaknya jangan berlama-lama dineraka"

Mungkin kalimat atau ungkapan diatas terlalu ekstrim bagi sebagian orang, tapi bagi orang-orang yang terbiasa akan dosa, maka kalimat diatas terkesan biasa saja. Karena jika kita boleh jujur, setiap saat kita tidak luput dari dosa, baik yang kecil maupun yang besar. Tapi terkadang ada yang mengimbanginya dengan kebaikan, setidaknya impas lah.

Dijaman sekarang ini banyak manusia yang shalatnya rajin dan juga sering melakukan kebaikan, tapi anehnya dia juga melakukan kejahatan atau maksiat. Aneh memang, tapi itu masih mendingan daripada rajin melakukan maksiat, tapi malah jarang melakukan kebaikan atau beribadah.

Kita tahu bahwa shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sayangnya, ada yang rajin shalat, namun di luar itu ia masih berjudi. Kami pun mendapatkan cerita seperti itu. Apakah shalatnya yang bermasalah? Coba kita kaji bersama dengan melihat perkataan ulama-ulama salaf di masa silam.

Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).

Ibnu Mas’ud pernah ditanya mengenai seseorang yang biasa memperlama shalatnya. Maka kata beliau,
إِنَّ الصَّلاَةَ لاَ تَنْفَعُ إِلاَّ مَنْ أَطَاعَهَا
Shalat tidaklah bermanfaat kecuali jika shalat tersebut membuat seseorang menjadi taat.” (HR. Ahmad dalam Az Zuhd, hal. 159 dengan sanad shahih dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 13: 298 dengan sanad hasan dari jalur Syaqiq dari Ibnu Mas’ud).

Al Hasan berkata:

مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ تَنْهَهُ عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمنْكَرِ، لَمْ يَزْدَدْ بِهَا مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا
Barangsiapa yang melaksanakan shalat, lantas shalat tersebut tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia hanya akan semakin menjauh dari Allah.” (Dikeluarkan oleh Ath Thobari dengan sanad yang shahih dari jalur Sa’id bin Abi ‘Urubah dari Qotadah dari Al Hasan)

Abul ‘Aliyah pernah berkata:

إِنَّ الصَّلاَةَ فِيْهَا ثَلاَثُ خِصَالٍ فَكُلُّ صَلاَةٍ لاَ يَكُوْنُ فِيْهَا شَيْءٌ مِنْ هَذِهِ الخَلاَل فَلَيْسَتْ بِصَلاَةٍ: الإِخْلاَصُ، وَالْخَشْيَةُ، وَذِكْرُ اللهِ. فَالإِخْلاَصُ يَأْمُرُهُ بِاْلمعْرُوْفِ، وَالخَشْيَةُ تَنْهَاهُ عَنِ المنْكَرِ، وَذِكْرُ القُرْآنِ يَأْمُرُهُ وَيَنْهَاهُ.

Dalam shalat ada tiga hal di mana jika tiga hal ini tidak ada maka tidak disebut shalat. Tiga hal tersebut adalah ikhlas, rasa takut dan dzikir pada Allah. Ikhlas itulah yang memerintahkan pada yang ma’ruf (kebaikan). Rasa takut itulah yang mencegah dari kemungkaran. Sedangkan dzikir melalui Al Qur’an yang memerintah dan melarang sesuatu.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 65).

Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali hafizhohullah berkata, “Siapa yang merutinkan shalat dan mengerjakannya di waktunya, maka ia akan selamat dari kesesatan.” (Bahjatun Nazhirin, 2: 232).

Jika ada yang sampai berbuat kemungkaran, maka shalat pun bisa mencegahnya dari perbuatan tersebut.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengatakan:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِّي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ فُلاَنًا يُصَلِّيْ بِاللَّيْلِ فَإِذَا أَصْبَحَ سَرِقَ؟ فَقَالَ: “إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا يَقُوْلُ

Ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Ada seseorang yang biasa shalat di malam hari namun di pagi hari ia mencuri. Bagaimana seperti itu?” Beliau lantas berkata, “Shalat tersebut akan mencegah apa yang ia lakukan.” (HR. Ahmad 2: 447, sanadnya shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).

Nah berarti shalat yang baik adalah shalat yang bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Inilah shalat yang mesti dibentuk. Jadi kalau ia rajin shalat, malah masih terus melakukan dosa besar, maka shalatnya lah yang mesti diperbaiki. Wallahu a’lam.

Tapi bagaimana jika sering melakukan dosa, tapi jarang melakukan kebaikan? aku pernah bertanya pada seseorang, kenapa dia selalu melakukan dosa dan tak pernah beribadah? orang itu menjawab dengan entengnya, "kalau dosaku terlalu banyak, nanti Malaikat melemparnya ke neraka akan terlewat, malah sampai disurga"

Ah, mana mungkin Malaikat akan salah lempar, tapi itukan jawaban bercanda dan sebagai penghibur bagi diri mereka sendiri. Tapi yang jelas, Malaikat tidak akan pernah lalai dalam menjalankan tugasnya. Jadi jangan berharap hal-hal semacam itu akan terjadi.

Berikud adalah Sifat-sifat malaikat yang diyakini oleh umat Islam:
  1. Selalu bertasbih siang dan malam tidak pernah berhenti.
  2. Suci dari sifat-sifat manusia dan jin, seperti hawa nafsu, lapar, sakit, makan, tidur, bercanda, berdebat, dan lainnya.
  3. Selalu takut dan taat kepada Allah.
  4. Tidak pernah maksiat dan selalu mengamalkan apa saja yang diperintahkan-Nya.
  5. Mempunyai sifat malu.
  6. Bisa terganggu dengan bau tidak sedap, anjing dan patung.
  7. Tidak makan dan minum.
  8. Mampu mengubah wujudnya.
  9. Memiliki kekuatan dan kecepatan cahaya.
Tapi kan meskipun aku masuk Neraka nanti, Nabi Muhammad bisa memberi syafaat. (untuk syafaat Nabi Muhammad akan saya ulas di pembahasan selanjutnya). Arti dari kalimat pertama diatas adalah, jika kita tidak bisa masuk surga secara langsung, karena dosa terlalu banyak ataupun kebaikan yang terlalu sedikit, maka jangan lama-lama dineraka atau jangan terlalu banyak melakukan dosa yang menyebabkan lamanya menjadi penghuni neraka.

Sebagai perbandingan: Satu hari di akhirat sama dengan 1000 tahun di dunia.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ

Orang beriman yang miskin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya yaitu lebih dulu setengah hari yang sama dengan 500 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4122 dan Tirmidzi no. 2353. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Diterangkan dalam Tuhfatul Ahwadzi sebagai berikut.
Satu hari di akhirat sama dengan seribu hari di dunia. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan,
وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al Hajj: 47). Oleh karenanya, setengah hari di akhirat sama dengan 500 tahun di dunia.

Adapun firman Allah Ta’ala:

فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

Dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun” (QS. Al Ma’arij: 4). Ayat ini menunjukkan pengkhususan dari maksud umum yang sebelumnya disebutkan atau dipahami bahwa waktu tersebut begitu lama bagi orang-orang kafir. Itulah kesulitan yang dihadapi orang-orang kafir,

فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9) عَلَى الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ (10)

Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.” (QS. Al Mudatsir: 8-10).

Tapi jika kita bisa masuk Surga secara langsung, kenapa kita harus mampir dulu dineraka?

Rabu, 09 November 2016

MENGHARAP JODOH YANG TERBAIK



Ketika berbicara jodoh, pasti kita mengharap jodoh yang terbaik menurut kita. Tapi kita lupa, bahwa terbaik menurut kita, belum tentu terbaik menurut Tuhan. Terlepas dari itu semua, kadang kita merasa apa orang yang bersama kita sekarang adalah jodoh terbaik kiriman Tuhan ataukah orang yang bersama kita saat ini masih belum yang terbaik.

Jika yang kita harapkan adalah yang terbaik menurut kita sendiri, pasti kita mengharap jodoh yang baik, setia, mapan, tampan ataupun cantik. Tapi kadang kita lupa bahwa nun jauh disana jodoh kita juga berharap hal yang sama, tapi malah dia mendapatkan kita yang hanya seperti ini.

Mereka pasti juga berfikir hal yang sama, mereka pasti menanyakan hal yang sama. Apakah dia jodoh yang terbaik itu? Apa mungkin masih ada yang terbaik lagi?. Ah... manusia memang tidak akan merasa puas dengan apa yang telah diperoleh. Manusia pasti masih merasa kurang, padahal dia sudah dapat cukup, bahkan lebih.

kadang ada sekilas dalam fikiran kita, Siapakah jodoh kita, kapan waktunya tiba, di mana akan dipertemukan, apakah ia benar-benar orang shaleh? Semua itu rahasia Allah Swt.

Jodoh adalah Taqdir Allah Swt
Allah Swt menetapkan tiga bentuk taqdir dalam masalah jodoh. Pertama, cepat mendapatkan jodoh. Kedua, lambat mendapatkan jodoh, tapi suatu ketika pasti mendapatkannya di dunia. Ketiga, menunda mendapatkan jodoh sampai di akhirat kelak. Apapun pilihan jodoh yang ditentukan Allah adalah hal terbaik untuk kita.

Allah Swt berfirman: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al Baqarah: 216). Kita harus terikat aturan Allah. Kita juga dibekali akal untuk memahami aturan-Nya. Ketika kita memutuskan untuk taat atau melanggar aturanNya adalah pilihan kita sendiri. Bagaimana cara kita untuk mendapatkan jodoh adalah pilihan kita. Dengan jalan yang diridhoiNya atau tidak. Tetapi hasil akhirnya Allah yang menentukan.

Yang kita butuhkan sebenarnya bukan yang terbaik, tapi yang dapat menerima, mengerti dan memahami diri kita seutuhnya. Jodoh yang tidak akan meninggalkan kita, ketika tau akan kekurangan kita. Jodoh yang akan bangga dengan diri kita yang sekarang, bukan yang akan datang. Jodoh yang tidak akan menghakimi kita. 

Jodoh yang akan selalu menemani kita disaat duka, bukan cuma diwaktu suka saja. Jodoh yang selalu ada disaat kita membutuhkannya, bukan hanya disaat mereka butuh. Jodoh yang akan selalu setia, meskipun ada yang jauh lebih baik dari kita. Jodoh yang bisa jadi istri, teman, sahabat buat kita. Jodoh yang dapat mencintai orang tua kita, bukan cuma kita saja. Jodoh yang dapat menajdi ibu dari anak-anak kita kelak, dan masih banyak lagi.

Kriteria Pasangan Ideal
Nabi bersabda: ”Apabila datang kepada kalian lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya,maka nikahkanlah ia (dengan puteri kalian). Sebab jika tidak, maka akan terjadi fitnah dibumi dan kerusakan yang besar”. Lelaki yang bertaqwa akan mencintai dan memuliakan istrinya. Jika ia marah tidak akan menzhalimi istrinya. Kaum jahiliyah menikah dengan melihat kedudukan, kaum Yahudi menikah dengan melihat harta, kaum Nasrani menikah dengan melihat rupa, sedangkan umat Islam menikahkan dengan melihat Agama.

Nabi bersabda:”Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita (isteri) yang sholehah”. Beliau juga bersabda: ”Wanita dinikahi karena empat faktor, yakni karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu.”

Sulit mencari jodoh bisa jadi karena kriteria terlalu muluk. Janganlah kita menginginkan kesempurnaan orang lain, padahal diri kita tidak sempurna.Selektif dalam memilih jodoh adalah hal yang baik tetapi terlalu memilih juga akan membuat masalah baru.

Memperluas Pergaulan Sesuai Syar’I,
Seringlah bersilaturrahim ke tempat saudara atau mengikuti pengajian. Ustadz, teman, orang tua, saudara, keluarga, dll bisa diminta bantuan.

Haram berpacaran (Ta’aruf yang Tidak Islami)
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa’: 32). Kita dilarang berkhalwat, memandang lawan jenis dengan syahwat, wanita bepergian sehari semalam tanpa muhrim, dll. Orang pacaran selalu menutupi kekurangannya dan menampilkan yang baik-baik saja. Cari informasi dari orang dekatnya (saudara, teman, tetangganya). Perlu juga penilaian dari orang tua dan keluarga kita. Biasanya kita tidak dapat melihat kekurangan orang yang kita cintai.

Introspeksi diri
Jika kita ingin mendapatkan jodoh yang shaleh, maka kita harus menjadi orang yang shaleh juga. Allah Swt berfirman: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula}” (QS. An Nuur: 26). 

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat pada bentuk-bentuk (lahiriah) dan harta kekayaanmu, tapi Dia melihat pada hati dan amalmu sekalian. ” (HR. Muslim, Hadits no. 2564 dari Abu Hurairah). Jadi, lelaki atau wanita yang baik menurut pandangan Allah itu adalah lelaki atau wanita yang baik iman dan amalnya.

Secara lahiriah kita perlu menjaga kebersihan, kerapihan dan menjaga bau badan. Bukan berdandan berlebihan (tidak Islami), tapi tampil menarik.

Jangan Mencintai Manusia Secara Berlebihan
“Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya. (HR. Abu Dawud)

Jika kita mencintai manusia lebih daripada Allah, niscaya hati kita akan hancur dan putus asa jika ditinggalkan. Jika kita mencintai Allah di atas segalanya, niscaya kita akan selalu tegar dan tabah karena kita yakin bahwa Allah itu Maha Hidup dan Abadi serta selalu bersama hamba yang Sholeh.

Jika Gagal Berusaha Lagi(ingat sedulur man jada wajada"siapa yg bersungguh2 akan mendapatkannya)
Jika kita gagal, jangan putus asa dan minder. Kita harus sabar dan tetap berusaha mendapatkan yang lebih baik lagi. Yakinlah ada yang lebih baik yang sedang dipersiapkan Allah untuk kita.

Masa Penantian Jodoh
Jodoh tidak akan lari dan akan datang pada waktunya. Bersabarlah dan sibukkan diri dengan amal sholeh. Hadapilah dengan sikap tenang, santai, tidak mudah emosi/sensitif, tidak larut dalam kesedihan, tidak berputus asa dan tetap bersemangat. Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh menakjubkan kondisi seorang mukmin. Segala keadaan dianggapnya baik, dan hal ini tidak akan terjadi, kecuali bagi seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan ia bersyukur, maka itu tetap baik baginya dan apabila ditimpa penderitaan ia bersabar maka itu tetap baik baginya.” (HR Muslim)

Gunakan energi kita untuk lebih mendekatkan diri dan mencintai Allah Swt., orang tua, dan umat. Yakinlah dengan keadilan-Nya bahwa setiap manusia pasti memiliki jodoh masing-masing. Yakinlah bahwa semua kondisi adalah baik, berguna, dan berpahala bagi kita.

Siap Menerima Taqdir Allah
Hidup adalah ujian. Bisa saja, takdir jodoh kita bukan orang shaleh. Allah Swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya di antara pasanganmu dan anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka… Sesungguhnya hartamu dan anakmu, hanyalah ujian bagimu, dan di sisi Allah pahala yang besar.” (Q.S. At-Taghaabuun: 14-15)

Hal tersebut tetap bisa menjadi kebaikan apabila dijadikan sebagai lahan amal shaleh dan batu ujian untuk meningkatkan keimanan, tawakal, dan kesabaran.

Tapi terlepas dari itu semua, kita sebenarnya membutuhkan jodoh yang dapat menemani kita di dunia maupun di akhirat kelak, tentu saja di surga. Yang kita butuhkan hanya ikhlas menerima jodoh kita kelak, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Merasa banggalah dengan orang yang berada disisi kita saat ini, walaupun kita belum tau apakah dia jodoh kita atau bukan.

AKU AKAN BELAJAR BANGGA MEMPUNYAI KAMU....!!!!

Artikel terkait:  Bapak Rumah Tangga